Arjuna Duwe Kepinteran

Arjuna Duwe Kepinteran

Ilustrasi Arjuna menurut seorang seniman.

Arjuna (Sanskerta: अर्जुन; Arjuna) kuwe jeneng tokoh protagonis nang wiracarita Mahabharata. Dheweke dikenal sebagai sang Pandawa sing menawan parasnya lan lemah lembut budinya. Arjuna kuwe putra Prabu Pandudewanata, raja nang Hastinapura dengan Dewi Kunti atau Dewi Prita, yaitu putri Prabu Surasena, Raja Wangsa Yadawa di Mandura. Arjuna merupakan teman dekat Kresna, yaitu awatara (penjelmaan) Bhatara Wisnu sing turun ke dunia demi menyelamatkan dunia sekang kejahatan. Arjuna juga merupakan salah orang sing sempat menyaksikan "wujud semesta" Kresna menjelang Bharatayuddha berlangsung. dheweke juga menerima Bhagawadgita atau "Nyanyian Orang Suci", yaitu wejangan suci sing disampaikan oleh Kresna kepadanya sesaat sebelum Bharatayuddha berlangsung karena Arjuna masih segan untuk menunaikan kewajibannya.

Nang basa Sanskerta, secara harfiah jeneng Arjuna artiné "bersinar terang", "putih" , "resik". Dideleng sekang artiné, jeneng Arjuna bisa berarti "jujur di dalam wajah lan pikiran".

Arjuna mendapat julukan "Kuruśreṣṭha" sing berarti "keturunan dinasti Kuru sing terbaik". dheweke merupakan manusia pilihan sing mendapat kesempatan untuk mendapat wejangan suci sing sangat mulia sekang Kresna, sing terkenal sebagai Bhagawadgita (nyanyian Tuhan).

Ia memiliki sepuluh nama: Arjuna, Phālguna, Jishnu, Kirti, Shwetawāhana, Wibhatsu, Wijaya, Pārtha, Sawyashachi (juga disamakan dengan Sabyasachi), lan Dhananjaya. Ketika dheweke ditanya tentang sepuluh namanya sebagai bukti identitas, maka dheweke menjawab:

Dalam Mahabharata diceritakna nek Raja Hastinapura sing bernama Pandu ora bisa melanjutkan keturunan karena dikutuk oleh seorang resi. Kunti (istri pertamanya) menerima anugerah sekang Resi Durwasa agar mampu memanggil Dewa-Dewa sesuai dengan keinginannya, lan juga dapat memperoleh anak sekang Dewa tersebut. Pandu lan Kunti memanfaatkan anugerah tersebut kemudian memanggil Dewa Yama (Dharmaraja; Yamadipati), Dewa Bayu (Marut), lan Dewa Indra (Sakra) sing kemudian memberi mereka tiga putra. Arjuna merupakan putra ketiga, lahir sekang Indra, pemimpin para Dewa.

Arjuna memiliki karakter sing mulia, berjiwa kesatria, imannya kuat, tahan terhadap godaan duniawi, gagah berani, lan selalu berhasil merebut kejayaan sehingga diberi julukan "Dananjaya". Musuh seperti apapun pasti akan ditaklukkannya, sehingga dheweke juga diberi julukan "Parantapa", sing berarti penakluk musuh. Di antara semua keturunan Kuru di dalam silsilah Dinasti Kuru, dheweke dijuluki "Kurunandana", sing artinya putra kesasingan Kuru. dheweke juga memiliki nama lain "Kuruprāwira", sing berarti "kesatria Dinasti Kuru sing terbaik", sedangkan arti harfiahnya adalah "Perwira Kuru".

Di antara para Pandawa, Arjuna merupakan kesatria pertapa sing paling teguh. Pertapaannya sangat khusyuk. Ketika dheweke mengheningkan cipta, menyatukan lan memusatkan pikirannya kepada Tuhan, segala gangguan lan godaan duniawi tak akan bisa menggoyahkan hati lan pikirannya. Maka sekang itu, Sri Kresna sangat kagum padanya, karena dheweke merupakan kawan sing sangat dicintai Kresna sekaligus pemuja Tuhan sing sangat tulus. Sri Kresna pernah berkata padanya, "Pusatkan pikiranmu pada-Ku, berbaktilah kepada-Ku, lan serahkanlah dirimu pada-Ku, maka kau akan datang kepada-Ku. Aku berkata demikian, karena kaulah kawan-Ku sing sangat Kucintai".[1]

Arjuna dididik bersama dengan saudara-saudaranya sing lain (para Pandawa lan Korawa) oleh Bagawan Drona. Kemahirannya dalam ilmu memanah sudah tampak semenjak kecil. Pada usia muda dheweke sudah mendapat gelar "Maharathi" atau "kesatria terkemuka". Ketika Guru Drona meletakkan burung kayu pada pohon, dheweke menyuruh muridnya satu-persatu untuk membidik burung tersebut, kemudian dheweke menanyakan kepada muridnya apa saja sing sudah mereka lihat. Banyak muridnya sing menjawab bahwa mereka melihat pohon, cabang, ranting, lan segala sesuatu sing dekat dengan burung tersebut, termasuk burung itu sendiri. Ketika tiba giliran Arjuna untuk membidik, Guru Drona menanyakan apa sing dheweke lihat. Arjuna menjawab bahwa dheweke hanya melihat burung saja, ora melihat benda sing lainnya. Hal itu membuat Guru Drona kagum bahwa Arjuna sudah pintar.

Pada suatu hari, ketika Drona sedang mandi di sungai Gangga, seekor buaya datang mengigitnya. Drona dapat membebaskan dirinya dengan mudah, namun karena dheweke ingin menguji keberanian murid-muridnya, maka dheweke berteriak meminta tolong. Di antara murid-muridnya, hanya Arjuna sing datang memberi pertolongan. Dengan panahnya, dheweke membunuh buaya sing menggigit gurunya. Atas pengabdian Arjuna, Drona memberikan sebuah astra sing bernama "Brahmasirsa". Drona juga mengajarkan kepada Arjuna tentang cara memanggil lan menarik astra tersebut. Menurut Mahabharata, Brahmasirsa hanya dapat ditujukan kepada dewa, raksasa, setan jahat, lan makhluk sakti sing berbuat jahat, agar dampaknya ora berbahaya.

Arjuna memiliki senjata sakti sing merupakan anugerah para dewata, hasil pertapaannya. dheweke memiliki panah Pasupati sing digunakannya untuk mengalahkan Karna dalam Bharatayuddha. Busurnya bernama Gandiwa, pemberian Dewa Baruna ketika dheweke hendak membakar hutan Kandawa. dheweke juga memiliki sebuah terompet kerang (sangkala) bernama Dewadatta, sing berarti "anugerah Dewa".

Artikel utama kanggo bagian kiye yakuwe:

Pada suatu ketika, Raja Drupada sekang Kerajaan Panchala mengadakan sayembara untuk mendapatkan Dropadi, puterinya. Sebuah ikan kayu diletakkan di atas kubah balairung, lan di bawahnya terdapat kolam sing memantulkan basingan ikan sing berada di atas. Kesatria sing berhasil memanah ikan tersebut dengan hanya melihat pantulannya di kolam, berhak mendapatkan Dropadi.

Berbagai kesatria mencoba melakukannya, namun ora berhasil. Ketika Karna sing hadir pada saat itu ikut mencoba, dheweke berhasil memanah ikan tersebut dengan baik. Namun dheweke ditolak oleh Dropadi dengan alasan Karna lahir di kasta rendah. Arjuna bersama saudaranya sing lain menyamar sebagai Brahmana, turut serta menghadiri sayembara tersebut. Arjuna berhasil memanah ikan tepat sasaran dengan hanya melihat pantulan basingannya di kolam, lan dheweke berhak mendapatkan Dropadi.

Ketika para Pandawa pulang membawa Dropadi, mereka berkata, "Ibu, engkau pasti ora akan percaya dengan apa sing kami bawa!". Kunti (Ibu para Pandawa) sing sedang sibuk, menjawab "Bagi dengan rata apa sing sudah kalian peroleh". Sesuai dengan apa sing dikatakan oleh Kunti, maka para Pandawa bersepakat untuk membagi Dropadi sebagai istri mereka. Mereka juga berjanji ora akan mengganggu Dropadi ketika sedang bermesraan di kamar bersama dengan salah sijining sekang Pandawa. Hukuman sekang perbuatan sing mengganggu adalah pembuangan selama 1 tahun.

Pada suatu hari, ketika Pandawa sedang memerintah kerajaannya di Indraprastha, seorang pendeta masuk ke istana lan melapor bahwa pertapaannya diganggu oleh para raksasa. Arjuna sing merasa memiliki kewajiban untuk menolongnya, bergegas mengambil senjatanya. Namun senjata tersebut disimpan di sebuah kamar dimana Yudistira lan Dropadi sedang menikmati malam mereka. Demi kewajibannya, Arjuna rela masuk kamar mengambil senjata, ora memedulikan Yudistira lan Dropadi sing sedang bermesraan di kamar. Atas perbuatan tersebut, Arjuna dihukum untuk menjalani pembuangan selama 1 tahun.

Arjuna menghabiskan masa pengasingannya dengan menjelajahi penjuru Bharatawarsha atau daratan India Kuno. Ketika sampai di sungai Gangga, Arjuna bertemu dengan Ulupi, puteri Naga Korawya sekang istana naga atau Nagaloka. Arjuna terpikat dengan kecantikan Ulupi lalu menikah dengannya. sekang hasil perkawinannya, dheweke dikaruniai seorang putra sing diberi nama Irawan. Setelah itu, dheweke melanjutkan perjalanannya menuju wilayah pegunungan Himalaya. Setelah mengunjungi sungai-sungai suci sing ada di sana, dheweke berbelok ke selatan. dheweke sampai di sebuah negeri sing bernama Manipura. Raja negeri tersebut bernama Citrasena. dheweke memiliki seorang puteri sing sangat cantik bernama Citrānggadā. Arjuna jatuh cinta kepada puteri tersebut lan hendak menikahinya, namun Citrasena mengajukan suatu syarat bahwa apabila puterinya tersebut melahirkan seorang putra, maka anak puterinya tersebut harus menjadi penerus tahta Manipura oleh karena Citrasena ora memiliki seorang putra. Arjuna menyetujui syarat tersebut. sekang hasil perkawinannya, Arjuna lan Citrānggadā memiliki seorang putra sing diberi nama Babruwahana. Oleh karena Arjuna terikat dengan janjinya terdahulu, maka dheweke meninggalkan Citrānggadā setelah beberapa bulan tinggal di Manipura. dheweke ora mengajak istrinya pergi ke Hastinapura.

Setelah meninggalkan Manipura, dheweke meneruskan perjalanannya menuju arah selatan. Dia sampai di lautan sing mengapit Bharatawarsha di sebelah selatan, setelah itu dheweke berbelok ke utara. dheweke berjalan di sepanjang pantai Bharatawarsha bagian barat. Dalam pengembaraannya, Arjuna sampai di pantai Prabasa (Prabasatirta) sing terletak di dekat Dwaraka, sing kini dikenal sebagai Gujarat. Di sana dheweke menyamar sebagai seorang pertapa untuk mendekati adik Kresna sing bernama Subadra, tanpa diketahui oleh siapa pun. Atas perhatian sekang Baladewa, Arjuna mendapat tempat peristirahatan sing layak di taman Subadra. Meskipun rencana untuk membiarkan dua pemuda tersebut tinggal bersama ditentang oleh Kresna, namun Baladewa meyakinkan bahwa peristiwa buruk ora akan terjadi. Arjuna tinggal selama beberapa bulan di Dwaraka, lan Subadra telah melayani semua kebutuhannya selama itu. Ketika saat sing tepat tiba, Arjuna menyatakan perasaan cintanya kepada Subadra. Pernyataan itu disambut oleh Subadra. Dengan kereta sing sudah disiapkan oleh Kresna, mereka pergi ke Indraprastha untuk melangsungkan pernikahan.

Baladewa marah setelah mendengar kabar bahwa Subadra telah kabur bersama Arjuna. Kresna meyakinkan bahwa Subadra pergi atas kemauannya sendiri, lan Subadra sendiri sing mengemudikan kereta menuju Indraprastha, bukan Arjuna. Kresna juga mengingatkan Baladewa bahwa dulu dheweke menolak untuk membiarkan kedua pasangan tersebut tinggal bersama, namun usulnya ditentang oleh Baladewa. Setelah Baladewa sadar, dheweke membuat keputusan untuk menyelenggarakan upacara pernikahan sing mewah bagi Arjuna lan Subadra di Indraprastha. dheweke juga mengajak kaum Yadawa untuk turut hadir di pesta pernikahan Arjuna-Subadra. Setelah pesta pernikahan berlangsung, kaum Yadawa tinggal di Indraprastha selama beberapa hari, lalu pulang kembali ke Dwaraka, namun Kresna ora turut serta.

Pada suatu ketika, Arjuna lan Kresna berkemah di tepi sungai Yamuna. Di tepi hutan tersebut terdapat hutan lebat sing bernama Kandawa. Di sana mereka bertemu dengan Agni, Dewa Api. Agni berkata bahwa hutan Kandawa seharusnya telah musnah dilalap api, namun Dewa Indra selalu menurunkan hujannya untuk melindungi temannya sing bernama Taksaka, sing hidup di hutan tersebut. Maka, Agni memohon agar Kresna lan Arjuna bersedia membantunya menghancurkan hutan Kandawa. Kresna lan Arjuna bersedia membantu Agni, namun terlebih dahulu mereka meminta Agni agar menyediakan senjata kuat bagi mereka berdua untuk menghalau gangguan sing akan muncul. Kemudian Agni memanggil Baruna, Dewa Lautan. Baruna memberikan busur suci bernama Gandiwa serta tabung berisi anak panah dengan jumlah tak terbatas kepada Arjuna. Untuk Kresna, Baruna memberikan Cakra Sudarsana. Dengan senjata tersebut, mereka berdua menjaga agar Agni mampu melalap hutan Kandawa sampai habis.

Setelah Yudistira kalah bermain dadu, para Pandawa beserta Dropadi mengasingkan diri ke hutan. Kesempatan tersebut dimanfa'atkan oleh Arjuna untuk bertapa demi memperoleh kesaktian dalam peperangan melawan para sepupunya sing jahat. Arjuna memilih lokasi bertapa di gunung Indrakila. Dalam usahanya, dheweke diuji oleh tujuh bidadari sing dipimpin oleh Supraba, namun keteguhan hati Arjuna mampu melawan berbagai godaan sing diberikan oleh para bidadari. Para bidadari sing kesal kembali ke kahsingan, lan melaporkan kegagalan mereka kepada Dewa Indra. Setelah mendengarkan laporan para bidadari, Indra turun di tempat Arjuna bertapa sambil menyamar sebagai seorang pendeta. Dia bertanya kepada Arjuna, mengenai tujuannya melakukan tapa di gunung Indrakila. Arjuna menjawab bahwa dheweke bertapa demi memperoleh kekuatan untuk mengurangi penderitaan rakyat, serta untuk menaklukkan musuh-musuhnya, terutama para Korawa sing selalu bersikap jahat terhadap para Pandawa. Setelah mendengar penjelasan sekang Arjuna, Indra menampakkan wujudnya sing sebenarnya. Dia memberikan anugerah kepada Arjuna berupa senjata sakti.

Setelah mendapat anugerah sekang Indra, Arjuna memperkuat tapanya ke hadapan Siwa. Siwa sing terkesan dengan tapa Arjuna kemudian mengirimkan seekor babi hutan berukuran besar. dheweke menyeruduk gunung Indrakila hingga bergetar. Hal tersebut membuat Arjuna terbangun sekang tapanya. Karena dheweke melihat seekor babi hutan sedang mengganggu tapanya, maka dheweke segera melepaskan anak panahnya untuk membunuh babi tersebut. Di saat sing bersamaan, Siwa datang lan menyamar sebagai pemburu, turut melepaskan anak panah ke arah babi hutan sing dipanah oleh Arjuna. Karena kesaktian Sang Dewa, kedua anak panah sing menancap di tubuh babi hutan itu menjadi satu.

Pertengkaran hebat terjadi antara Arjuna lan Siwa sing menyamar menjadi pemburu. Mereka sama-sama mengaku telah membunuh babi hutan siluman, namun hanya satu anak panah saja sing menancap, bukan dua. Maka sekang itu, Arjuna berpikir bahwa si pemburu telah mengklaim sesuatu sing sebenarnya menjadi hak Arjuna. Setelah adu mulut, mereka berdua berkelahi. Saat Arjuna menujukan serangannya kepada si pemburu, tiba-tiba orang itu menghilang lan berubah menjadi Siwa. Arjuna meminta ma'af kepada Sang Dewa karena dheweke telah berani melakukan tantangan. Siwa ora marah kepada Arjuna, justru sebaliknya dheweke merasa kagum. Atas keberaniannya, Siwa memberi anugerah berupa panah sakti bernama "Pasupati".

Setelah menerima anugerah tersebut, Arjuna dijemput oleh para penghuni kahsingan untuk menuju kediaman Indra, raja para dewa. Di sana Arjuna menghabiskan waktu selama beberapa tahun. Di sana pula Arjuna bertemu dengan bidadari Urwasi. Karena Arjuna ora mau menikahi bidadari Urwasi, maka Urwasi mengutuk Arjuna agar menjadi banci. Kutukan itu dimanfaatkan oleh Arjuna pada saat para Pandawa menyelesaikan hukuman pembuangan mereka dalam hutan. Sesuai dengan perjanjian sing sah, Pandawa harus hidup dalam penyamaran selama satu tahun. Pandawa beserta Dropadi menuju ke kerajaan Wirata. Di sana Arjuna menyamar sebagai guru tari sing banci, dengan nama samaran Brihanala. Meskipun demikian, Arjuna telah berhasil membantu putra mahkota kerajaan Wirata, yaitu pangeran Utara, dengan menghalau musuh sing hendak menyerbu kerajaan Wirata.

Setelah menjalani masa pembuangan selama 13 tahun para Pandawa ingin memperoleh kembali kerajaannya. Namun ketika sampai di sana, hak mereka ditolak dengan tegas oleh Duryodana, bahkan dheweke menantang untuk berperang. Demi kerajaannya, para Pandawa menyetujui untuk melakukan perang.

Kresna, adik Baladewa, ora ingin terlibat langsung dalam peperangan antara Pandawa lan Korawa. dheweke ingin salah sijining pihak memilih tentaranya, sedangkan pihak sing lain memilihnya sebagai penasihat. Akhirnya, Duryodana memilih tentaranya, sedangkan Arjuna memilih Kresna sebagai kusir keretanya selama delapan belas hari pertarungan di Medan Kuru atau Kurukshetra. Dalam Mahabharata, peran Kresna sebagai kusir bermakna "pemandu" atau "penunjuk jalan", yaitu memandu Arjuna melewati segala kebimbangan hatinya lan menunjukkan jalan kebenaran kepada Arjuna. Ajaran kebenaran sing diuraikan Kresna kepada Arjuna disebut Bhagawadgita.

Hal itu bermula beberapa saat sebelum perang di Kurukshetra. Arjuna melakukan inspeksi terhadap pasukannya, agar dheweke bisa mengetahui siapa sing harus dheweke bunuh dalam pertempuran nanti. Tiba-tiba Arjuna dilanda pergolakan batin ketika dheweke melihat kakeknya, guru besarnya, saudara sepupu, teman sepermainan, ipar, lan kerabatnya sing lain berkumpul di Kurukshetra untuk melakukan pembantaian besar-besaran. Arjuna menjadi tak tega untuk membunuh mereka semua. Dilanda oleh masalah batin, antara mana sing benar lan mana sing salah, Arjuna bertekad untuk mengundurkan diri sekang pertempuran. Arjuna berkata:

Melihat hal itu, Kresna sing mengetahui dengan baik segala ajaran agama Hindu, menguraikan ajaran-ajaran kebenaran agar semua keraguan di hati Arjuna sirna. Kresna menjelaskan, mana sing benar lan mana sing salah, mana sing sepantasnya dilakukan Arjuna sebagai kewajibannya di medan perang. Selain itu Kresna menunjukkan bentuk semestanya kepada Arjuna. Ajaran kebenaran sing dijabarkan Kresna tersebut dikenal sebagai Bhagawadgita, sing berarti "Nyanyian Tuhan". Kitab Bhagawad Gita sing sebenarnya merupakan suatu bagian sekang Bhismaparwa, menjadi kitab tersendiri sing sangat terkenal dalam ajaran Hindu, karena dianggap merupakan intisari sekang ajaran-ajaran Weda.

Dalam pertempuran di Kurukshetra, atau Bharatayuddha, Arjuna bertarung dengan para kesatria hebat sekang pihak Korawa, lan ora jarang dheweke membunuh mereka, termasuk panglima besar pihak Korawa yaitu Bisma. Di awal pertempuran, Arjuna masih dibasingi oleh kasih sasing Bisma sehingga dheweke masih segan untuk membunuhnya. Hal itu membuat Kresna marah berkali-kali, lan Arjuna berjanji bahwa kelak dheweke akan mengakhiri nyawa Bisma. Pada pertempuran di hari kesepuluh, Arjuna berhasil membunuh Bisma, lan usaha tersebut dilakukan atas bantuan sekang Srikandi. Setelah Abimanyu putra Arjuna gugur pada hari ketiga belas, Arjuna bertarung dengan Jayadrata untuk membalas dendam atas kematian putranya. Pertarungan antara Arjuna lan Jayadrata diakhiri menjelang senja hari, dengan bantuan sekang Kresna.

Pada pertempuran di hari ketujuh belas, Arjuna terlibat dalam duel sengit melawan Karna. Ketika panah Karna melesat menuju kepala Arjuna, Kresna menekan kereta Arjuna ke dalam tanah dengan kekuatan saktinya sehingga panah Karna meleset beberapa inci sekang kepala Arjuna. Saat Arjuna menyerang Karna kembali, kereta Karna terperosok ke dalam lubang (karena sebuah kutukan). Karna turun untuk mengangkat kembali keretanya sing terperosok. Salya, kusir keretanya, menolak untuk membantunya. Karena mematuhi etika peperangan, Arjuna menghentikan penyerangannya bila kereta Karna belum berhasil diangkat. Pada saat itulah Kresna mengingatkan Arjuna atas kematian Abimanyu, sing terbunuh dalam keadaan tanpa senjata lan tanpa kereta. Dilanda oleh pergolakan batin, Arjuna melepaskan panahnya sing mematikan ke kepala Karna. Senjata itu memenggal kepala Karna.

Tak lama setelah Bharatayuddha berakhir, Yudistira diangkat menjadi Raja Kuru dengan pusat pemerintahan di Hastinapura. Untuk menengakkan dharma di seluruh Bharatawarsha, sekaligus menaklukkan para raja kejam dengan pemerintahan tiran, maka Yudistira menyelenggarakan Aswamedha Yadnya. Upacara tersebut dilakukan dengan melepaskan seekor kuda lan kuda itu diikuti oleh Arjuna beserta para prajurit. Daerah sing dilalui oleh kuda tersebut menjadi wilayah Kerajaan Kuru. Ketika Arjuna sampai di Manipura, dheweke bertemu dengan Babruwahana, putra Arjuna sing ora pernah melihat wajah ayahnya semenjak kecil. Babruwahana bertarung dengan Arjuna, lan berhasil membunuhnya. Ketika Babruwahana mengetahui hal sing sebenarnya, dheweke sangat menyesal. Atas bantuan Ulupi sekang negeri Naga, Arjuna hidup kembali.

Tiga puluh enam tahun setelah Bharatayuddha berakhir, Dinasti Yadu musnah di Prabhasatirtha karena perang saudara. Kresna lan Baladewa, sing konon merupakan kesatria paling sakti dalam dinasti tersebut, ikut tewas namun ora dalam waktu sing bersamaan. Setelah berita kehancuran itu disampaikan oleh Daruka, Arjuna datang ke kerajaan Dwaraka untuk menjemput para wanita lan anak-anak. Sesampainya di Dwaraka, Arjuna melihat bahwa kota gemerlap tersebut telah sepi. Basudewa sing masih hidup, tampak terkulai lemas lan kemudian wafat di mata Arjuna. Sesuai dengan amanat sing ditinggalkan Kresna, Arjuna mengajak para wanita lan anak-anak untuk mengungsi ke Kurukshetra. Dalam perjalanan, mereka diserang oleh segerombolan perampok. Arjuna berusaha untuk menghalau serbuan tersebut, namun kekuatannya menghilang pada saat dheweke sangat membutuhkannya. Dengan sedikit pengungsi lan sisa harta sing masih bisa diselamatkan, Arjuna menyebar mereka di wilayah Kurukshetra.

Setelah Arjuna berhasil menjalankan misinya untuk menyelamatkan sisa penghuni Dwaraka, dheweke pergi menemui Resi Byasa demi memperoleh petunjuk. Arjuna mengadu kepada Byasa bahwa kekuatannya menghilang pada saat dheweke sangat membutuhkannya. Byasa sing bijaksana sadar bahwa itu semua adalah takdir sing Maha Kuasa. Byasa menyarankan bahwa sudah selayaknya para Pandawa meninggalkan kehidupan duniawi. Setelah mendapat nasihat sekang Byasa, para Pandawa spakat untuk melakukan perjalanan suci menjelajahi Bharatawarsha.

Perjalanan suci sing dilakukan oleh para Pandawa diceritakan dalam kitab Prasthanikaparwa atau Mahaprasthanikaparwa. Dalam perjalanan sucinya, para Pandawa dihadang oleh api sing sangat besar, yaitu Agni. dheweke meminta Arjuna agar senjata Gandiwa beserta tabung anak panahnya sing tak pernah habis dikembalikan kepada Baruna, sebab tugas Nara sebagai Arjuna sudah berakhir di zaman Dwaparayuga tersebut. Dengan berat hati, Arjuna melemparkan senjata saktinya ke lautan, ke kediaman Baruna. Setelah itu, Agni lenyap sekang hadapannya lan para Pandawa melanjutkan perjalanannya.

Ketika para Pandawa serta istrinya memilih untuk mendaki gunung Himalaya sebagai tujuan akhir perjalanan mereka, Arjuna gugur di tengah perjalanan setelah kematian Nakula, Sahadewa, lan Dropadi.

Di Nusantara, tokoh Arjuna juga dikenal lan sudah terkenal sekang dahulu kala. Arjuna terutama menjadi populer di daerah Jawa, Bali, Madura, lan Lombok. Di Jawa lan kemudian di Bali, Arjuna menjadi tokoh utama dalam beberapa kakawin, seperti misalnya Kakawin Arjunawiwāha, Kakawin Pārthayajña, lan Kakawin Pārthāyana (juga dikenal dengan nama Kakawin Subhadrawiwāha. Selain itu Arjuna juga didapatkan dalam beberapa relief candi di pulau Jawa misalkan candi Surowono.

Arjuna juga merupakan seorang tokoh ternama dalam dunia pewasingan dalam budaya Jawa Baru. Di bawah ini disajikan beberapa ciri khas sing mungkin berbeda dengan ciri khas Arjuna dalam kitab Mahābhārata versi India dengan bahasa Sansekerta.

Arjuna seorang kesatria sing gemar berkelana, bertapa lan berguru menuntut ilmu. Selain menjadi murid Resi Drona di Padepokan Sukalima, dheweke juga menjadi murid Resi Padmanaba sekang Pertapaan Untarayana. Arjuna pernah menjadi brahmana di Goa Mintaraga, bergelar Bagawan Ciptaning. dheweke dijadikan kesatria unggulan para dewa untuk membinasakan Prabu Niwatakawaca, raja raksasa sekang negara Manimantaka. Atas jasanya itu, Arjuna dinobatkan sebagai raja di Kahsingan Dewa Indra, bergelar Prabu Karitin. lan mendapat anugrah pusaka-pusaka sakti sekang para dewa, antara lain: Gendewa (dari Bhatara Indra), Panah Ardadadali (dari Bhatara Kuwera), Panah Cundamanik (dari Bhatara Narada).

Arjuna memiliki sifat cerdik lan pandai, pendiam, teliti, sopan-santun, berani lan suka melindungi sing lemah. dheweke memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah negara Amarta. Setelah perang Bharatayuddha, Arjuna menjadi raja di Negara Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata. Akhir riwayat Arjuna diceritakan, dheweke moksa (mati sempurna) bersama keempat saudaranya sing lain di gunung Himalaya.

Ia adalah petarung tanpa tanding di medan laga, meski bertubuh ramping berparas rupawan sebagaimana seorang dara, berhati lembut meski berkemauan baja, kesatria dengan segudang istri lan kekasih meski mampu melakukan tapa sing paling berat, seorang kesatria dengan kesetiaan terhadap keluarga sing mendalam tapi kemudian mampu memaksa dirinya sendiri untuk membunuh saudara tirinya. Bagi generasi tua Jawa, dia adalah perwujudan lelaki seutuhnya. Sangat berbeda dengan Yudistira, dia sangat menikmati hidup di dunia. Petualangan cintanya senantiasa memukau orang Jawa, tetapi secara aneh dia sepenuhnya berbeda dengan Don Juan sing selalu mengejar wanita. Konon Arjuna begitu halus lan tampan sosoknya sehingga para puteri begitu, juga para dasing, akan segera menawarkan diri mereka. Merekalah sing mendapat kehormatan, bukan Arjuna. dheweke sangat berbeda dengan Wrekudara. Dia menampilkan keanggunan tubuh lan kelembutan hati sing begitu dihargai oleh orang Jawa berbagai generasi.

Arjuna juga memiliki pusaka-pusaka sakti lainnya, atara lain: Keris Kiai Kalanadah diberikan pada Gatotkaca saat mempersunting Dewi Pergiwa (putra Arjuna), Panah Sangkali (dari Resi Drona), Panah Candranila, Panah Sirsha, Panah Kiai Sarotama, Panah Pasupati, Panah Naracabala, Panah Ardhadhedhali, Keris Kiai Baruna, Keris Pulanggeni (diberikan pada Abimanyu), Terompet Dewanata, Cupu berisi minyak Jayengkaton (pemberian Bagawan Wilawuk sekang pertapaan Pringcendani) lan Kuda Ciptawilaha dengan Cambuk Kiai Pamuk. Sedangkan ajian sing dimiliki Arjuna antara lain: Panglimunan, Tunggengmaya, Sepiangin, Mayabumi, Pengasih lan Asmaragama. Arjuna juga memiliki pakaian sing melambangkan kebesaran, yaitu Kampuh atau Kain Limarsawo, Ikat Pinggang Limarkatanggi, Gelung Minangkara, Kalung Candrakanta lan Cincin Mustika Ampal (dahulunya milik Prabu Ekalaya, raja negara Paranggelung).

Dalam Mahabharata versi pewasingan Jawa, Arjuna mempunyai banyak sekali istri,itu semua sebagai simbol penghargaan atas jasanya ataupun atas keuletannya sing sekaku berguru kepada banyak pertapa. Berikut sebagian kecil istri lan anak-anaknya:

Dalam wiracarita Mahabharata versi nusantara, Arjuna banyak memiliki nama lan nama julukan, antara lain: Parta (pahlawan perang), Janaka (memiliki banyak istri), Pemadi (tampan), Dananjaya, Kumbaljali, Ciptaning Mintaraga (pendeta suci), Pandusiwi, Indratanaya (putra Batara Indra), Jahnawi (gesit trengginas), Palguna, Indrasuta, Danasmara (perayu ulung) lan Margana (suka menolong). "Begawan Mintaraga" adalah nama sing digunakan oleh Arjuna saat menjalani laku tapa di puncak Indrakila dalam rangka memperoleh senjata sakti sekang dewata, sing akan digunakan dalam perang sing tak terhindarkan melawan musuh-musuhnya, yaitu keluarga Korawa.

Nama lain Arjuna di bawah ini merupakan nama lain Arjuna sing sering muncul dalam kitab-kitab Mahabharata atau Bhagawad Gita sing merupakan bagian daripadanya, dalam versi bahasa Sanskerta. Nama-nama lain di bawah ini memiliki makna sing sangat dalam, mengandung pujian, lan untuk menyatakan rasa kekeluargaan (nama-nama sing dicetak tebal lan miring merupakan sepuluh nama Arjuna).

Pada zaman prasejarah hingga abad XV Masehi, kecuali berfungsi sebagai perantara dalam upacara yang bersifat religius, dalang mengajarkan pula ilmu hidup kepada masyarakat. Kemudian dalang berfungsi pula sebagai pelaksana untuk menyebarkan ajaran Islam atau dakwah Islamiah. Lebih lebih pada abad XX, yang disebut abad teknologi modern, tugas-tugas sampiran dalang semakin bertambah, misalnya menerangkan masalah keluarga berencana (KB), pertanian, penghijauan tanah gundul, pendidikan, kampanye dan sebagainya.

Seperti diketahui pada umumnya, dalang adalah seorang yang pekerjaannya melakukan pertunjukan wayang, seperti wayag purwa, wayang madya, wayang gedog, wayang krucil, dan jenis wayang jenis lainnya kreasi abad ke 20.

Berikut ini akan disampaikan beberapa macam pendapat para ahli dalam membahas arti istilah dalang :

Pada abad XI, kecuali dalam penggunaan yang bersifat religius, wayang sudah merukan bentuk seni drama  yang mengeankan, yang dapat menggetarkan kalbu sehingga penonton dan pendengar ikut hanyut dan terharu karenanya.

Pada abad XV, setelah Majapahit runtuh, kebudayaan Hindu mulai pudar. Wayang telah dipengaruhi kebudayaan Islam.

Dalam ajaran Hindu, dalang berfungsi sebagai penghubung dengan dewa-dewa. Itulah sebabnya dalang dapat dibagi menjadi empat yaitu :

Jelas kiranya bahwa fungsi dalang adalah sebagai guru juru penerang dan juru hibur, sedangkan pendidikan bidang spiritual (kerohanian) harus mengandung unsur-unsur:

Berdasarkan keahlian :

Berdasarkan keterampilan dan kepandaian dalang dibagi menjadi tiga golongan yang besar .

Tahapan-tahapan itu bukan di dasarkan kepada usia tetapi didasarkan pada kepndaian dan ketrampilan peguyuban garapan pedalangan.

Dari tiga golongan yang besar itu dapat diperinci menjadi lima golongan.

Tugas dalang yang dimaksud dalam urutan ini adalah tugas dalam garapan pakeliran atau pagelaran wayang. Baik dalam penunaian tugas sebagi seorang dalang gaya lama maupun sebagai dalang pada zaman sekarang, ia adalah seorang yang menguasai bidangnya.

Surat kabar Bromartani terbitan tahun 1878 No. 32 dan 33b menyebutkan bahwa seorang dalang yang bak dan pandai, mengerti dan terampil berkewajiaban sebagi berikut :

Selain kedua belas hal itu, seperti telah kita ketahui, dalang juga harus memiliki sifat-sifat sebagi berikut :

Pada buku Pedhalangan Ngayogyakarta Jilid 1, ada beberapa hal yang harus dimiliki dan diketahui seorang dalang dari Ngayogyakarta dalam pementasan sebuah pewayangan adalah sebagai berikut :

Dalang dalam mementaskan sebuah lakon wayang selalu memiliki cerita yang tanduk dan tutuk. Tanduk disini diartikan bahwa cerita wayang harus teratur tiap-tiap bahasa dan kata-katanya, sehingga sesuai dengan bahasa pedalangan yang berlaku. Kedua adalah tutuk. Tutuk mempunyai arti urut menurut keadaan serta asal-usulnya cerita wayang sendiri. Sejarah dalam dunia pewayangan tidak lepas dari cerita awal mula kejadian dari Nabi Adam hingga keturunan-keturunannya. Cerita silsilah dari Nabi Adam tersebut yang nantinya akan melahirkan cerita-cerita jawata yang kemudian akan digunakan seorang dalang dalam pementasan ringgitnya. Tetapi yang diambil hanya yang pokok-pokok saja.

Pementasan lakon pewayangan juga tidak lupa dari Antawacana atau percakapan antar tokoh di dalam cerita tersebut. Beberapa hal yang harus diketahui dalang dalam  hubunganya dengan antawacana adalah sebagai berikut :

Pengetahuan lain dari seorang dalang yang harus dimilikinya adalah mengenai cepengan atau cara pembawaan dalang terhadap ringgitnya. Beberapa hal yang diperhatikan dalam cepengan adalah :

Berhubungan dengan tindakan-tindakan ringgit purwa semisal solah bawa, kejadian, terjadinya peperangan dan lain- lain disebut sabetan. Sifat-sifat yang dimiliki dalam sabetan biasanya bersifat sahut, yaitu mantap, dan menimbulkan greget pada orang yang melihat sabetan-sabetan seorang dalang dalam pementasan ringgitnya.

Suluk adalah lelagon yang berupa tembang, kakawin, ada-ada, sendhon dan lainya yang berhubungan dengan pakeliran dan dilakukan di tiap pocapan (suwuk gangsa) sehingga menimbulkan rasa cocok dengan keadaannya. Ada yang dinamakan laras atau titian nada dalam sebuah suluk. Lagu dalam sebuah suluk harus baik dan cocok sesuai patokan. Wirama harus sesuai dengan laku-laku cerita yang ada. Selain itu, dalang juga harus menguasai segala macam jenis gending-gending yang menjadi kebutuhan dalam pementasan wayang.

Pedoman demi keberhasilan penjiwaan pakeliran, yang disebutkan dalam Kawruh (pengetahuan) pedalangan karya M. Ng. Nojowirongko  alias Atmacendana menerangkan bahwa dalang yang baik harus menguasai unsur-unsur pakeliran, di antaranya sebagai berikut :

Di samping unsur penjiwaan itu, diterngakan pula bahwa dalang dalam pementasannya hars harmonis, harus cucut, berantawacara, mengerti akan unggah-ungguh (sopan santun), tutk dan terampil.

Berikut ini adalah larangan-larangan yang tidak boleh dilanggar oleh dalang.

Dalam hal bahasa, dalang harus mempunyai hal-hal sebagai berikut :

Offenbar hast du diese Funktion zu schnell genutzt. Du wurdest vorübergehend von der Nutzung dieser Funktion blockiert.

High quality music downloads

Republik Cinta Musikindo

7digital uses cookies. By using our services, you’re agreeing to our Cookie Policy.

Popular Albums by Galuh Bilen

Arjuna memiliki dasanama sebagai berikut : Herjuna, Jahnawi, Sang Jisnu, Permadi sebagai nama Arjuna saat muda, Pamade, Panduputra dan Pandusiwi karena merupakan putra dari Pandu, Kuntadi karena punya panah pusaka, Palguna karena pandai mengukur kekuatan lawan, Danajaya karena tidak mementingkan harta, Prabu Kariti saat bertahta menjadi raja di kayangan Tejamaya setelah berhasil membunuh Prabu Niwatakaca, Margana karena dapat terbang tanpa sayap, Parta yang berarti berbudi luhur dan sentosa, Parantapa karena tekun bertapa, Kuruprawira dan Kurusatama karena ia adalah pahlawan di dalam baratayuda, Mahabahu karena memiliki tubuh kecil tetapi kekuatannya besar, Danasmara karena tidak pernah menolak cinta manapun, Gudakesa, Kritin, Kaliti, Kumbawali, Kumbayali, Kumbang Ali-Ali, Kuntiputra, Kurusreta, Anaga, Barata, Baratasatama, Jlamprong yang berarti bulu merak adalah panggilan kesayangan Werkudara untuk Arjuna, Siwil karena berjari enam adalah panggilan dari Prabu Kresna, Suparta, Wibaksu, Tohjali, Pritasuta, Pritaputra, Indratanaya dan Indraputra karena merupakan putra dari Batara Indra, dan Ciptaning dan Mintaraga adalah nama yang digunakan saat bertapa di gunung Indrakila. Arjuna sendiri berarti putih atau bening.

Pada saat lahir, sukma Arjuna yang berwujud cahaya yang keluar dari rahim ibunya dan naik ke kayangan Kawidaren tempat para bidadari. Semua bidadari yang ada jatuh cinta pada sukma Arjuna tersebut yang bernama Wiji Mulya. Kegemparan tersebut menimbulkan kemarahan para dewa yang lalu menyerangnya. Cahaya yang samar samar tersebut lalu berubah menjadi sesosok manusia tampan yang berpakaian sederhana.

Hilangnya sukma Arjuna dari tubuh Dewi Kunthi menyebabkan kesedihan bagi Prabu Pandu. Atas nasehat Semar, Pandu lalu naik ke kayangan dan meminta kembali putranya setelah diberi wejangan oleh Batara Guru.

Sejak muda, Arjuna sudah gemar menuntut ilmu. Ia menuntut ilmu pada siapapun. Menurutnya lingkungan masyarakat adalah gudang dari ilmu. Guru-gurunya antara lain adalah Resi Drona, dari Resi Dona ia mendapat senjata ampuh yang bernama panah Cundamanik dan Arya Sengkali, yang kedua adalah Begawan Krepa, Begawan Kesawasidi, Resi Padmanaba, dan banyak pertapa sakti lainnya. Dalam kisah Mahabarata, Arjuna berguru pada Ramaparasu, namun dalam kisah pewayangan, hal tersebut hampit tidak pernah disinggung.

Dalam pewayangan diceritakan bahwa Arjuna memiliki lebih dari 40 orang istri namun hanya beberapa saja yang terkenal dan sering di singgung dalam pedalangan. Istri-istri Arjuna adalah sebagai berikut :

- Endang Jimambang berputra Bambang Kumaladewa dan Bambang Kumalasekti

- Dewi Palupi atau Dewi Ulupi berputra Bambang Irawan

- Dewi Wara Sumbadra berputra Raden Angkawijaya atau Raden Abimanyu.

- Dewi Srikandi tidak berputra

- Dewi Ratri berputra Bambang Wijanarka

- Dewi Dresnala berputra Bambang Wisanggeni

- Dewi Juwitaningrat berputra Bambang Senggoto yang beujud raksasa

- Endang Manuhara berputri Dewi Pregiwa dan Dewi Manuwati

- Dewi Banowati berputri Endang Pergiwati (diasuh oleh Endang Manuhara)

- Dewi Larasati berputra Bambang Sumitra dan Bambang Brantalaras

- Dewi Gandawati berputra Bambang Gandakusuma

- Endang Sabekti berputra Bambang Priyembada

- Dewi Antakawulan berputra Bambang Antakadewa

- Dewi Supraba berputra Bambang Prabakusuma

- Dewi Wilutama berputra Bambang Wilugangga

- Dewi Warsiki tidak diketahui putranya

- Dewi Surendra tidak diketahui putranya

- Dewi Gagarmayang tidak diketahui putranya

- Dewi Tunjungbiru tidak diketahui putranya

- Dewi Leng-Leng Mulat tidak diketahui putranya

- Dewi Citranggada berputra Bambang Babruwahana

- Dewi Lestari tidak berputra

- Dewi Larawangen tidak berputra

- Endang Retno Kasimpar tidak berputra

- Dewi Citrahoyi tidak berputra

- Dewi Manukhara tidak berputra

Banyaknya istri yang dimiliki Arjuna ini dalam cerita pewayangan bukanlah merupakan gambaran seseorang yang serakah istri atau mata keranjang, namun gambaran bahwa Arjuna dapat menerima dan diterima oleh semua golongan.

Ketika muda, Arjuna pernah ingin memperistri Dewi Anggraini, istri Prabu Ekalaya atau juga sering disebut Prabu Palgunadi dari kerajaan Paranggelung. Saat itu Arjuna yang ingin memaksakan kehendaknya mengakibatkan Dewi Anggraini bunuh diri karena ia hanya setia pada suaminya. Prabu Ekalaya yang mengetahui hal itu menantang Arjuna, namun kehebatan Prabu Ekalaya ternyata lebih dari Arjuna. Arjuna lalu mengadu pada Drona. Ia beranggapan gurunya telah ingkar janji dengan pernah menyebutkan tidak akan pernah mengajari memanah kepada siapapun selain Arjuna. Resi Drona lalu pergi kepada Prabu Ekalaya. Prabu Ekalaya memang adalah penggemar dari Resi Drona, namun karena ia tak dapat berguru secara langsung, ia menciptakan arca Drona di istananya untuk diajak bicara dadn berlatih. Oleh Drona hal tersebut dianggap sebagai suatu hal terlarang dengan memasang arcanya di sana. Maka sebagai gantinya Resi Drona lalu meminta Cincin Mustika Ampal yang telah tertanam di ibu jari Prabu Ekalaya. Oleh drona jari tersebut lalu dipotong lalu di tempelkan pada jari Arjuna. Sejak itulah Arjuna memiliki enam jari pada tangan kanannya. Hal ini dalam bahasa Jawa disebut siwil. Saat bertemu dengan Arjuna lagi, Prabu Ekalaya kalah. Saat itu ia menyadari bahwa ia telah diperdaya, maka sebelum mati ia berkata akan membalas dendam pada Drona kelak dalam Perang Baratayuda.

Arjuna memiliki banyak sekali senjata dan aji-aji.Senjata-senjata Arjuna antara lain adalah Panah Gendewa dari Batara Agni setelah ia membantu Batara Agni melawan Batar Indra dengan membakar Hutan Kandawa, Panah Pasopati dari Kirata, seorang pemburu jelmaan Batara Guru, sebelum Arjuna membunuh Niwatakaca, Mahkota Emas dan berlian dari Batara Indra, setelah ia mengalahkan Prabu Niwatakaca dan menjadi Raja para bidadari selama tujuh hari, keris Pulanggeni, keris Kalanadah yang berasal dari taring Batara Kala, Panah Sarotama, Panah Ardadali, Panah Cundamanik, Panah Brahmasirah, Panah Angenyastra, dan Arya Sengkali, keempatnya dari Resi Drona, Minyak Jayangketon dari Begawan Wilawuk, mertuanya, pusaka Mercujiwa, panah Brahmasirah, cambuk kyai Pamuk, panah Mergading dan banyak lagi. Selain itu aji-aji yang dimiliki Arjuna adalah sebagai berikut :

- Aji Panglimunan/Kemayan : dapat menghilang

- Aji Sepiangin : dapat berjalan tanpa jejak

- Aji Tunggengmaya : dapat mencipta sumber air

- Aji Mayabumi : dapat meperbesar wibawa dalam pertempuran

- Aji Mundri/Maundri/Pangatep-atep : dapat menambah berat tubuh

- Aji Pengasihan : menjadi dikasihi sesama

- Aji Asmaracipta : menambah kemampuan olah pikir

- Aji Asmaratantra : menambah kekuatan dalam perang

- Aji Asmarasedya : manambah keteguhan hati dalam perang

- Aji Asmaraturida : meanmbah kekuatan dalam olah rasa

- Aji Asmaragama : menambah kemampuan berolah asmara

- Aji Anima : dapat menjadi kecil hingga tak dapat dilihat

- Aji Lakuna : menjadi ringan dan dapat melayang

- Aji Prapki : sampai tujuan yang diinginkan dalam sekejap mata

- Aji Matima/Sempaliputri : dapat mengubah wujudnya.

- Aji Kamawersita : dapat perkasa dalam olah asmara

Arjuna pernah membantu Demang Sagotra rukun dengan istrinya saat ia mencari nasi bungkus untuk Nakula dan Sadewa setelah peristiwa Balesigala-gala. Konon hal ini yang membuat Demang Sagotra rela menjadi tawur kemenangan Pandawa kelak dalam Perang Baratayuda Jayabinangun.

Setelah Pandawa dihadiahi hutan Kandaprasta yang terkenal angker, Arjuna bertemu dengan Begawan Wilawuk yang sedang mencarikan pria yang diimpikan putrinya. Saat itu Begawan Wilawuk yang berujud raksasa membawa Arjuna dan menikahkannya dengan putrinya, Dewi Jimambang. Konon ini adalah istri pertama dari Arjuna. Dari mertuanya, ia mendapat warisan minyak Jayangketon yang berhasiat dapat melihat makhluk halus jika dioleskan di pelupuk mata. Minyak ini berjasa besar bagi para Pandawa yang saat itu berhadapan dengan Jin Yudistira dan saudara-saudaranya yang tak dapat dilihat mata biasa. Saat itu pulalah Arjuna dapat mengalahkan Jin Dananjaya dari wilayah Madukara. Jin Danajaya lalu merasuk dalam tubuh Arjuna. Selain mendapat nama Dananjaya, Arjuna juga memperoleh wilayah kesatrian di Madukara dengan Patih Suroto sebagai patihnya.

Saat menjadi buangan selama 12 tahun di hutan setelah Puntadewa kalah dalam permainan dadu Arjuna pernah pergi untuk bertapa di gunung Indrakila dengan nama Begawan Mintaraga. Dia saat yang sama Prabu Niwatakaca dari kerajaan Manimantaka yang meminta Dewi Supraba yang akan dijadikan istrinya. Saat itu tak ada seorang dewapun yang dapat menandingi kehebatan Prabu Niwatakaca dan Patihnya Ditya Mamangmurka. Menurut para dewa, hanya Arjunalah yang sanggup menaklukan raja raksasa tersebut. Batara Indra lalu mengirim tujuh bidadari untuk memberhentikan tapa dari Begawan Mintaraga. Ketujuh bidadari tersebut adalah Dewi Supraba sendiri, Dewi Wilutama, Dewi Leng-leng Mulat, Dewi Tunjungbiru, Dewi Warsiki, Dewi Gagarmayang dan Dewi Surendra. Tetapi ketujuh bidadari tersebut tetap saja tidak berhasil menggerakkan sang pertapa dari tempat duduknya. Setelah ketujuh bidadari tersebut kembali ke kayangan dan melaporkan kegagalannya, tiba-tiba munculah seorang raksasa besar yang mengobrak-abrik gunung Indrakila. Oleh Ciptaning, Buta tersebut di sumpah menjadi seekor babi hutan. Lalu babi hutan tersebut dipanahnya. Disaat yang bersamaan panah seorang pemburu yang bernama Keratapura. Setelah melalui perdebatan panjang dan perkelahian, ternyata Arjuna kalah. Arjuna lalu sadar bahwa yang dihadapinya tersebut adalah Sang Hyang Siwa atau Batara Guru. Ia lalu menyembah Batara Guru. Oleh Bataar Guru Arjuna diberi panah Pasopati dan diminta mengalahkan Prabu Niwatakaca.

Ternyata mengalahkan Prabu Niwatakaca tidak semudah yang dibayangkan. Arjuna lalu meminta bantuan Batari Supraba. Dengan datangnya Dewi Supraba ke tempat kediaman Prabu Niwatakaca, membuat sang Prabu sangat senang karena ia memang telah keseng-sem dengan sang dewi. Prabu Niwatakaca yang telah lupa daratan tersebut menjawab semua pertanyaan Dewi Supraba, sedang Arjuna bersembunyi di dalam gelungnya. Pertanyaan tersebut diantaranya adalah dimana letak kelemahan Prabu Niwatakaca, sang Prabu dengan tenang menjawab, kelemahannya ada di lidah. Seketika itu Arjuna muncul dan melawan Prabu Niwatakaca. Karena merasa di permainkan, Prabu Niwatakaca membanting Arjuna dan mengamuk sejadi-jadinya. Saat itu Arjuna hanya berpura-pura mati. Ketika Niwatakaca tertawa dan sesumbar akan kekuatannya, Arjuna lalu melepaskan panah Pasopatinya tepat kedalam mulut sang prabu dan tewaslah Niwatakaca.

Arjuna lalu diangkat menjadi raja di kayangan Tejamaya, tempat para bidadari selama tujuh hari (satu bulan di kayangan = satu hari di dunia). Arjuna juga boleh memilih 40 orang bidadari untuk menjadi istrinya dimana ketujuh bidadari yang menggodanya juga termasuk dalam ke-40 bidadari tersebut dan juga Dewi Dresnala, Putri Batara Brahma. Selain itu Arjuna juga mendapat mahkota emas berlian dari Batara Indra, panah Ardadali dari Batara Kuwera, dan banyak lagi. Arjuna juga diberi kesempatan untuk mengajukan suatu permintaan. Permintaan Arjuna tersebut adalah agar Pandawa jaya dalam perang Baratayuda. Hal ini menimbulkan kritik keras dari Semar yang merupakan pamong Arjuna yang menganggap Arjuna kurang bijaksana. Menurut Semar, Arjuna seharusnya tidak egois dengan memikirkan diri sendiri dan tidak memikirkan keturunan Pandawa lainnya. Dan memang benar, kesemua Putra Pandawa yang terlibat dalam Perang Baratayuda tewas.

Di saat Arjuna sedang duduk-duduk tiba-tiba datanglah Dewi Uruwasi. Dewi Uruwasi yang telah jatuh cinta terhadap Arjuna meminta dijadikan istrinya. Arjuna menolak secara halus, namun Dewi Uruwasi yang sudah buta karena cinta tetap mendesak. Karena Arjuan tetap menolak, Dewi Uruwasi mengutuknya akan menjadi banci kelak. Arjuna yang sedih dengan kutukan tersebut dihibur Batara Indra. Menurut Batara Indra hal tersebut akan berguna kelak dan tak perlu disesali.Setelah kembali dari Kayangan, Arjuna dan saudara-saudaranya harus menyamar di negri Wirata. Dan disinilah kutukan Dewi Uruwasi berguna. Arjuna lalu menjadi guru tari dan kesenian, dan menjadi banci yang bernama Kendri Wrehatnala. Di akhir penyamarannya, Arjuna kembali menjadi seorang ksatria dan mengusir para kurawa yang ingin mnghancurkan kerajaan Wirata. Arjuna lalu akan dikawinkan dengan Dewi Utari namun Arjuna meminta agar Dewi Utari dikawinkan dengan putranya yaitu Raden Abimanyu.

Kendati Arjuna adalah seorang berbudi luhur namun ia tetap tidak dapat luput dari kesalahan. Hal ini menyangkut hal pilih kasih. Saat putranya Bambang Sumitra akan menikah dengan Dewi Asmarawati, Arjuna terlihat acuh tak acuh. Oleh Semar, lalu acara tersebut diambil alih sehingga pesta tersebut berlangsung dengan sangat meriah dengan mengadirkan dewa-dewa dan dewi-dewi dari kayangan. Arjuna kemudian sadar akan kekhilafannya dalam hal pilih-pilih kasih. Suatu pelajaran yang dapat dipetik disini adalah sebagai orang tua hendaknya tidak memilih-milih kasih pada anak-anaknya.

Dalam perang Baratayuda Arjuna menjadi senopati Agung Pandawa yang berhasil membunuh banyak satriya Kurawa dan juga senotapi-senopati lainnya. Yang tewas di tangan Arjuna antara lain Raden Jayadrata yang telah membunuh putra kesayangannya yaitu Abimanyu, Prabu Bogadenta, Raden Citraksa, Raden Citraksi, Raden Burisrawa, dan Adipati Karna.

Masih dalam Baratayuda, Arjuna yang baru saja kehilangan putra kesayangannya menjadi kehilangan semangat, ditambah lagi guru dan saudara-saudaranya satu-persatu gugur di medan Kurusetra. Prabu Kresna lalu memberi nasihat bahwa dalam perang itu tidak ada kawan-lawan, kakak-adik ataupun guru-murid semuanya adalah takdir dan harus dijalani. Ajaran ini dikenal dengan nama Bagawat Gita. Yang membuat semangat ksatria penengah pandawa tersebut kembali menyala saat akan berhadapan dengan Adipati Karna, saudara tua seibu.

Setelah Perang Baratayuda berakhir, Dewi Banowati yang memang telah lama berselingkuh dengan Arjuna kemudian diperistrinya. Sebelumnya Arjuna telah memiliki seorang putri dari Dewi Banowati. Di saat yang sama Prabu Duryudana yang mulai curiga dengan hubungan istrinya dan Arjuna lalu berkata bahwa jika yang lahir bayi perempuan, itu adalah putri dari Arjuna dan Banowati akan diusir tetapi jika itu laki-laki maka itu adalah putranya. Saat bayi tersebut lahir ternyata adalah seorang perempuan. Banowati sangat panik akan hal itu. Namun atas pertolongan Kresna, bayi tersebut ditukar sebelum Prabu Duryudana melihatnya. Bayi perempuan yang lalu diasuh oleh Dewi Manuhara, istri Arjuna yang lain kemudian di beri nama Endang Pergiwati. Karena kelahirannya hampir sama dengan putri Dewi Manuhara yang bernama Endang Pergiwa, lalu keduanya di aku kembar. Sedang untuk putra dari Dewi Banowati dan Prabu Duryudana, Prabu Kresna mengambil seorang anak gandrawa dan diberi nama Lesmana Mandrakumara. Karena ia adalah anak gandrawa yang dipuja menjadi manusia, maka Lesmana Mandrakumara memiliki perwatakan yang cengeng dan agak tolol. Malang bagi Dewi Banowati, pada malam ia sedang mengasuh Parikesit, ia dibunuh oleh Aswatama yang bersekongkol dengan Kartamarma dan Resi Krepa untuk membunuh Parikesit yang masih Bayi. Dihari yang sama Dewi Srikandi, dan Pancawala juga dibunuh saat sedang tidur. Untunglah bayi parikesit yang menangis lalu menendang senjata Pasopati yang di taruh Arjuna di dekatnya dan membunuh Aswatama.

Arjuna yang sedang sedih karena Banowati telah dibunuh bersama Dewi Srikandi lalu mencari seorang putri yang mirip dengan Dewi Banowati. Putri tersebut adalah Dewi Citrahoyi, istri Prabu Arjunapati yang juga murid dari prabu Kresna. Prabu Kresna yang tanggap akan hal itu lalu meminta Prabu Arjunapati menyerahkan istrinya pada Arjuna. Prabu Arjunapati yang tersinggung akan hal itu menantang Prabu Kresna berperang dan dalam pertempuran itu Prabu Arjunapati gugur sampyuh dengan Patih Udawa dan Dewi Citrahoyi lalu menjadi istri Arjuna.

Setelah penguburan para pahlawan yang gugur dalam perang Baratayuda dan pengangkatan Prabu Puntadewa menjadi raja Astina dengan gelar Prabu Kalimataya, Arjuna melaksanakan amanat kakaknya dengan mengadakan Sesaji Korban Kuda atau disebut Sesaji Aswameda. Arjuna yang diiringi sepasukan tentara Astina lalu mengikuti seekor kuda kemanapun kuda itu berjalan dan kerajaan-kerajaan yang dilewati kuda tersebut harus tunduk pada Astina, jika tidak Arjuna dan pasukannya akan menyerang kerajaan tersebut. Semua kerajaan yang dilewati kuda tersebut ternyata dapat dikalahkan. Arjuna lalu kembali ke Astina dan akhir hidupnya diceritakan mati moksa dengan keempat saudaranya dan Dewi Drupadi.

DI berbagai kesempatan Presiden Joko Widodo berulang kali mengingatkan bahwa kegiatan dukung-mendukung capres-cawapres dalam pemilu harus dilakukan secara sehat dan fair. Tidak menggunakan isu-isu sensitif seperti SARA, menyebarkan hoaks, atau menghamburkan fitnah.

Dalam bahasa lain, capres petahana itu mengajak siapa pun yang terlibat dalam persaingan pemilu mendatang mesti bersikap kesatria. Dengan demikian, demokrasi akan semakin dewasa dan matang sehingga mampu mengantarkan rakyat mencapai kehidupan yang adil dan makmur.

Bila melihat dunia wayang, sikap kesatria yang demikian itu di antaranya dilambangkan pada Arjuna. Anak ketiga dalam keluarga Pandawa putra mendiang Raja Astina Prabu Pandu Dewanata-Kunti/Madrim ini merupakan contoh kompetitor paling ideal.

Gemar berguru Arjuna memiliki sifat bersahaja, cerdik, jujur, sopan dan beretika. Ia juga dikenal sebagai kesatria yang teteg (kukuh), tatag (tidak waswas), tanggap (mengerti), tangguh (kuat), tanggon (dapat diandalkan), dan tutug (tuntas).

Ia berkulit bersih dan halus tanpa otot menonjol. Dengan tubuhnya yang atletis dan tidak terlalu tinggi, membuat penampilannya simpatik. Apalagi, ketampanannya selalu membuat semua orang terpikat, terutama kaum hawa.

Tapi, di balik semua kesannya yang lembut, Arjuna memiliki kekuatan luar biasa. Kesaktiannya yang tiada tara bersumber dari kekuatan batin dan jiwanya. Maka, dalam pakeliran digambarkan, meski gerakannya pelan dan halus, satu kali pukulannya saja sudah membuat lawan tersungkur.

Semua keunggulan diri Arjuna berkat ketekunannya menggeladi diri selama hampir seluruh hidupnya. Jika dibandingkan dengan keempat saudaranya, Arjuna dikenal yang paling gemar menjalani laku prihatin.

Arjuna, yang juga bernama Parta (jagoan perang), adalah satu dari lima putra Raja Astina Pandu Dewanata-Kunti/Madrim yang disebut Pandawa. Keempat saudaranya ialah Puntadewa, Werkudara, Nakula, dan Sadewa.

Sedari remaja, ketika masih bertempat tinggal di Istana Astina, Arjuna sudah tekun mangasah bakatnya memanah. Ia belajar kepada Resi Durna, pengasuh Padepokan Sokalima. Arjuna menjadi murid terbaik dalam memanah. Atas prestasinya, Arjuna mendapat penghargaan Panah Sengkali.

Kodratnya, Arjuna beserta saudaranya mesti menjalani kepahitan hidup. Pascameninggalnya bapaknya, Pandawa terusir dari Istana Astina akibat perilaku culas saudara sepupu mereka, Kurawa, yang bernafsu menguasai singgasana Astina. Pandawa akhirnya hidup ngulandara, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain dalam kepapaan.

Namun, Arjuna (Pandawa) tidak pernah mengeluh atau meratap. Kepahitan itu justru ia jadikan gelanggang menggeladi diri. Ia terus berburu menguasai sebanyak mungkin ilmu dan kesaktian dengan cara berguru, bertapa, serta menjalani laku spiritual.

Misalnya, Arjuna pernah berguru kepada Begawan Padmanaba di Padepokan Untarayana. Di perguruan itu, ia belajar bersama kakak sepupu dari garis ibu, Narayana. Keduanya menjadi lulusan terbaik.

Sebelumnya, Arjuna berguru kepada Begawan Wilawuk di Pedepokan Pringcendani. Sang guru memberikan pusaka lenga jayengkaton. Dengan mengusapkan minyak itu ke alis mata, Arjuna bisa melihat semua makhluk yang tidak bisa dipandang dengan mata telanjang.

Pada sisi lain, Arjuna juga menguasai ilmu panglimunan, tunggengmaya, sepiangin, mayabumi, pengasih, dan asmaragama.

Begawan Mintaraga Selain itu, Arjuna juga gentur bertapa. Di antara laku spiritualnya yang monumental ialah ketika bertapa di lereng Gunung Indrakila dengan menyebut diri sebagai Begawan Mintaraga alias Ciptoning.

Raja Kahyangan Jonggring Saloka Bathara Manikmaya menilai Arjuna lulus menjalani laku prihatin dan kemudian memberi penghargaan berupa Panah Pasopati yang ujung panahnya berwujud seperti bulan sabit.

Penghargaan para dewa semakin banyak setelah ia mampu membersihkan Kahyangan dari jamahan Prabu Niwatakawaca dari Manimantaka. Bathara Narada memberikan Panah Cundamanik, Bathara Indra menghadiahkan senjata Gendewa, dan Bathara Kuwera memberikan Panah Ardadedali.

Bukan itu saja, atas jasanya itu, dewa mengangkat Arjuna sebagai raja sesaat di Kahyangan bergelar Prabu Kiritin. Itu simbolisasi akan kualitas jiwa Arjuna yang diakui sudah sepadan dengan dewa.

Dengan bekal berbagai ilmu dan kesaktian serta kualitas jiwanya itulah Arjuna mengemban tugasnya sebagai kesatria. Ia senantiasa berhasil menjalankan kewajiban bukan hanya di marcapada, tetapi juga ketika menjadi duta dewa menegakkan kewibawaan Kahyangan.

Satu tugas hebat dan berat hidupnya, yang sekaligus mempertontonkan jiwa kesatrianya, ketika terjun dalam kancah Bharatayuda. Di medan perang itu, Arjuna tidak pernah curang atau menggunakan taktik kotor. Ia menjunjung tinggi aturan dan berprinsip ‘ini dadaku, mana dadamu’.

Puncak peperangannya di Kurusetra ketika berhadapan dengan saudaranya sendiri lain ayah, Karna Basusena, yang medukung rezim Kurawa. Ini perangnya antarkesatria pinunjul yang sama-sama sakti.

Semula, Arjuna tidak bersedia menghadapi saudara sendiri. Ia putra Pandu yang lahir dari rahim Kunti Talibrata, sedangkan Karna beribu Kunti dari ‘benih’ Bathara Surya dari Kahyangan Ekacakra. Karna lahir jauh sebelum ibunya, Kunti, dipinang Pandu.

Keraguan Arjuna memuncak ketika sedang sengit-sengitnya adu anak panah, tiba-tiba Karna terdesak. Salah satu roda keretanya dengan sais mertuanya, Prabu Salya, terperosok ke lumpur. Pada saat itu, Karna sendiri sadar bahwa dirinya bisa menjadi sasaran empuk panah Arjuna.

Namun, Arjuna yang sudah siap melepaskan pasopati, panah pamungkas, kemudian diturunkan. Arjuna paham bahwa Bharatayuda bukan perang ampyak awur-awur (tanpa aturan). Nista bagi kesatria yang menyirnakan musuh ketika dalam kondisi yang tidak siap berperang.

Persaingan kesatria Dalam detik-detik genting itulah, Kresna, yang menjadi kusir kereta yang dinaiki Arjuna, menyadarkan adik iparnya itu bahwa yang berada di depannya itu sesungguhnya lambang kezaliman. Jadi, di situlah sejatinya tugas kesatria. Karena jika tidak bertindak, kezaliman dan keangkaramurkaan akan merajalela.

Arjuna lalu melepaskan pasopati dan tepat mengenai leher Karna dan gugurlah sang senapati agung Kurawa. Pertempuran dua bersaudara itu dalam dunia perkeliran dikenal dengan lakon Karna Tandhing.

Poin dari kisah itu ialah bahwa Arjuna merupakan kompetitor yang pantas berkompetisi. Ia sudah mempersiapkan diri dengan segala kemampuannya secara lahir dan batin untuk meraih kemenangan. Dan  peperangannya melawan Karna merupakan contoh persaingan secara kesatria. (M-3)